Pendahuluan
I. Latar Belakang
Dalam penyampaian bahasa Arab seringkali susah untuk dipahami oleh peserta didik, baik untuk para pemula maupun setelah di peguran tinggi. Peserta didik tidak dapat memahami materi bahasa Arab bukan karena mereka bodoh, tetapi ada juga yang cepat memahami apa yang disampaikan oleh pendidik. Sebenarnya tergantung metode yang diterapkan oleh para pengajar yang dapat membuat peserta didik mudah untuk memahami apa yang disampaikan. Dalam makalah ini bahasa arab disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan pengajaran bahasa Arab terhadap peserta didik dalam lingkungan pembelajaran mereka. Mungkin selama ini metode yang diterapkan kurang tepat, sehingga makalah ini dibuat untuk sebagaimana mestinya..
II. Rumusan Masalah
A. Bahasa Arab bagi Pemula
B. Bahasa bagi Perguruan Tinggi
Pembahasan
A. Bahasa Arab untuk Pemula
1. Metode Pengajaran
a. Mendengar (الاسماع )
Bahasa Arab merupakan bahasa asing, maka seseoarang pengajar sebaiknya harus mengembangkan kemampuan mendengar. Setiap bunyi atau ucapan bahasa Arab yang benar berasal dari sumber pelajaran, baik itu guru ataupun audio, akan didengar langsung oleh peserta didik. Sehingga pengajar harus menyebut kalimat dengan baik dan benar terhadap peserta didik, karena pada tahap ini peserta didik sedang mengembangkan kemampuan mendengarnya. Apa yang peserta didik dengar maka akan terekam didalam otak mereka.
Contoh : ﻗﻟﻢ dan ﻜﺭاﺴﺔ
Kemampuan mendengar peserta didik berkaitan erat dengan apa yang di sebutkan oleh pengajar, kata-kata apapun yang dikeluarkan oleh pengajar maka peserta didik akan mengingat yang dikatakan oleh pengajar tersebut. Jadi, bagi pemula sangat labil dengan kata-kata bahasa Arab. Sehingga, perlu diulangi beberapa kali dalam penyebutan.
b. Mengucap ( الكلام )
Pada saat pengajar atau sumber pelajaran, memperdengarkan suara dan bunyi yang jelas maka akan mengembangkan kemampuan mendengar bagi peserta didik. Apabila peserta didik dapat mendengar dengan baik maka akan muncul kemampuan yang kedua yaitu kemampuan mengucap.
Setelah semua yang mufrodat disebutkan dengan suara yang jelas. Maka giliran peserta didik yang menyebutkan mufrodat tersebut. Ketika peserta didik mengucapkan benda atau jumlah kalimat bahasa Arab yang telah disebutkan oleh pengajar, maka harus diperhatikan betul-betul makhroj, panjang pendek, serta intonasi dan irama bahasa sesuai dengan bahasa Arab. Karena jika salah maka artinya pun akan salah. Jadi, kemampuan mengucap itu sangat penting dalam melakukan interaksi atau komunikasi.
c. Membaca ( القراءﺓ )
Apabila peserta didik telah mampu untuk mendengar dan mengucap, maka pangajar dapat menerapkan kemampuan yang ketiga yaitu membaca. Seluruh Mufrodat yang telah disebutkan oleh pengajar sebelumnya, dituliskan di papan tulis kemudian ajaklah peserta didik membacanya bersama-sama. Sehingga peserta didik dapat melihat apa bentuk dari bacaan tersebut.
Dalam mengajak peserta didik untuk membaca dan melihat apa yang telah dituliskan, sebaiknya harus diperhatikan peserta didik baik-baik bagaimana membaca sebuah tulisan yang sesuai dengan tata bahasa Arab.
d. Menulis ( الكتابة )
Membaca sesuatu pasti ada tulisan, tetapi peserta didik yang dapat membaca belum tentu dapat menulis, baik menulis dalam arti tulisan yang baik ataupun menulis dalam arti kaidah yang baik dan benar. Oleh karena itu, pengajar dapat memberikan kemampuan menulis. Semua mufrodat yang telah ditulis di papan tulis sebelumnya dihapus, agar peserta didik tidak mencontoh. Kemudian secara bersama peserta didik diajak menulis bersama, atau dengan cara maju kedepan satu persatu.
Menulis juga dapat dikembangkan dengan cara imla, sehingga dapat melatih siswa menulis apa yang telah disebutkan oleh pengajar dengan memperhatikan makhroj, panjang pendek, dan intonasi.
Adapun yang perlu diperhatikan oleh pengajar yaitu:
1. Dalam metode ini dilarang menterjemah langsung.
2. Guru menggunakan suara yang kuat dan jelas.
3. Peserta didik dilatih tasyji’ (berani dan tidak malu) dalam mengucapkan bahasa Arab.
4. Setiap pertemuan selalu ada Attaamrin (latihan).
5. Biasakan dalam mengajar menggunakan bahasa Arab dalam setiap perintah.
6. Untuk mengganti terjemah pengajar menyiapkan alat peraga. Contoh: kata ﺠﺪ ﺭ maka kita menunjuk atau memegang dinding. Supaya peserta didik mengerti yang dimaksud.
2. Penerapan dalam Pengajaran.
Metode-metode diatas dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa langkah pengajaran, seperti persiapan untuk mengajar serta tujuan pengajaran. Sehingga Pengajar yang memberi materi harus mempunyai tujuan, terutama untuk Potensi Dasar peserta didik. Antara lain:
a. Dapat mengucap mufrodat dengan benar.
b. Dapat membedakan mufrodat mudzakkar dan mu’annas.
c. Dapat menterjemah langsung terhadap benda (mufrodat).
d. Dapat mengaplikasikan materi yang diajarkan oleh pengajar. Seperti meteri Isim Isyarah (kata tunjuk). ﻫﺫا dan ﻫﺫﻩ ataupun materi lain.
Adapun yang perlu diperhatikan pengajar, sebelum memasuki ruang pembelajaran yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan seperti:
a. Pengajar menyiapkan mufrodat yang akan diajarkan, agar nanti tidak acak-acak-acakan dalam penyampaian.
b. Semua kata-kata yang berbentuk perintah gunakanlah bahasa Arab.
c. Pada saat memulai pembelajaran gunakan kata pembukaan dengan bahasa arab. Seperti:
• Salam
• Apa kabar ? ﻜيفﺣاﻠﻛﻢ ؟
• Hari apa ini ? ايﻴوﻡﻫﺫا ؟
• Apa pelajaran sekarang ? ﻤاﺫاﺪﺭﺴﻧااﻷﻦ ؟
• dan lain-lain.
d. Semua materi pelajaran yang akan disampaikan, tulislah dalam Rencana Pembelajaran (RP). Sehingga pelajaran yang diajarkan tersusun secara sistematis.
Apabila semua persiapan telah dipersiapkan, pengajar dapat menggunakan metode pengajaran yang telah ditulis diatas. Sehingga dalam merapkan metode itu dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:
a. Pengajar menunjukkan dan memperagakan benda (mufrodat) kemudian ucapkan mufrodat itu dengan lantang dan benar, serta berulang-ulang tanpa diikuti oleh peserta didik. Sehingga peserta didik dapat mendengar dengan baik, dan mengingat kata-kata yang telah diucapkan oleh pengajar.
b. Peserta didik mengucap mufrodat yang telah disebutkan secara berkelompok, kemudian satu persatu. Sehingga peserta didik dapat menyebut mufrodat tersebut.
c. Setelah mufrodat disampaikan, gabungkanlah mufrodat tersebut dengan materi bersangkutan. seperti kata tunjuk (hadza dan hdzihi). Sehingga terbentuk suatu pernyataan. Pertama diucapkan oleh pengajar, kemudian diikuti oleh peserta didik bila perlu satu persatu menyebutnya.
Contoh: - Ini lantai ﻫﺫا ﺒﻼﻄ . Ini Jendela - ﻫﺫﻩ ﻨاﻔﺫۃ .
d. Pengajar mengembangkan pernyataan tersebut dengan menggunakan kata pertanyaan. Seperti:
• Apa ? ﻤاﺫا ........؟
• Adakah ? ﻫل .........؟
• Dimana ? اين ........؟
• Dan lain-lain.
Penerapan metode yang benar terhadap pelajaran yang disampaikan, peserta didik pun akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan pengajar. Jadi, semua hal yang tertulis diatas dapat diaplikasikan oleh pengajar bahasa Arab, serta diharapkannya pendidik dan peserta didik berkomunikasi yang baik.
B. Bahasa Arab untuk Perguruan Tinggi
Departemen Agama menetapkan bahasa Arab sebagai mata kuliah umum (MKU) di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri maupun Swasta, dengan harapan mahasiswa dapat memahami ilmu-ilmu agama Islam yang ditulis dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, pendekatannya adalah bahasa sebagai alat memahami hal tersebut, dan metode yang tepat adalah Tharqat Qawa’id wa al-Tarjamah (Metode Gramatika dan Terjemah).
Pembelajaran dalam perguruan tinggi, sesungguhnya merupakan lanjutan dari pembelajaran bahasa Arab sebelumnya. Sehingga metode pengajaran yang disampaikan berbeda dari pemula, dosen lebih menitik beratkan materi pembelajaran kepada mahasiswa sehingga mahasiswa diharapkan dapat:
a) Membaca teks-teks keagamaan berbahasa Arab secara benar, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
b) Mengartikan kosakata-kosakata yang terkandung didalamnya.
c) Memahami isi kandungan teks-teks tersebut dengan menterjemahkannya dan menyimpulkannya.
d) Mengenali jabatan atau bentuk kata yang terkandung didalam teks.
1. Teknik Pembelajaran
Dari metode gramatika dan terjemah dapat dikembangkan dengan beberapa teknik pembelajaran yaitu
a. Untuk mendorong mahasiswa mau berusaha menggali, meneliti, dan mengembangkan sendiri ilmunya, maka pembelajaran dilaksanakan dengan metode ”diskusi kelompok” dan ”diskusi kelas”.
b. Mahasiswa peserta belajar dibagi dalam kelompok-kelompok kecil semi permanen, dengan pembagian tugas secara bergiliran diantara anggota kelompok. Kelompok belajar tersebut, dengan musyawarah mufakat, menunjuk dan menetapkan siapa yang menjadi ketua kelompok, siapa penyaji, dan siapa pembahas.
c. Susunan setiap pelajaran terdiri dari:
a) Nash (teks), yaitu bacaan yang terdiri dari sekitar 40-50 baris. Kata-kata yang ditulis dalam suatu diskusi dalam bentuk paragraf, sehingga membentuk suatu kesimpulan dari kelompok bersangkutan.
b) Mufrodat (kosakata), yaitu masukkanlah kosakata-kosakata yang baru dianggap suli.t
c) Isti’ab (Pemdalaman), yaitu isi kandungan teks. Semua kolompok dapat mengerti apa maksud teks yang telah mereka buat.
d) Mulahazhat (analisis tata bahasa), yaitu dalam setiap teks sebaiknya disertakan beberapa conto kalimat.
e) Qawa’id (tata bahasa), yaitu yang menjadi sasaran kajian teks. Yang bersangkutan dengan nahwu dan sharaf.
f) Tamrinat (Latihan-latihan), yaitu untuk memantapkan pemahaman materi , bacaan teks, dan terjemah.
2. Pelaksanaan Diskusi
Diskusi merupakan teknik pembelajaran pada perguruan tinggi, yang dbagi menjadi dikusi kelompok dan diskusi kelas. Hal tersebut dapat diterapkan dengan cara:
a. Dikusi kelompok yang dipandu oleh ketua kelompok dibawah pengawasan desen pembimbing. Seluruh anggota kelompok secara bergantian melakukan, antaralain membaca teks, memberi syakl, mencari arti mufrodat yang dianggap sulit dengan bantuan kamus bahasa Arab, dan menjelaskan isi serta maksud teks.
b. Diskusi Kelas dipandu dakn diawasi oleh dosen pengajar. Pertama, dosen secara acak menunjuk kelompok tertentu untuk membaca teks atau sebagian teks (bahan diskusi), menjelaskan arti mufrodat berdasarkan kamus bahasa Arab dari setiap kosa kata yang sulit, menjelaskan kedudukan kata dalam kalimat dan maksud dari teks. Kemudian, dosen mempersilakan kelompok-kelompok lain untuk mengoreksi setiap kesalahan dari kelompok pembaca sekaligus memberikan pembetulan dengan alasan yang jelas. Selanjutnya, dosen bertindak sebagai hakam (wasit) yang menetapkan kebenaran bila terjadi perbedaan pendapat diantara kelompok dan dosen memberi penjelasan umum tentang isi teks, meminta mahasisswa menjawab pertanyaan dan menerangkan resume hasil pelajaran. Terakhir, Dosen memberikan tugas kapada mahasiswa, baik individu maupun kelompok, untuk membaca, menemukan makna mufrodat, menjawab soal-soal serta menterjemah yang semuanya harus dilaporkan secara tertulis
Daftar Pustaka
Anwar, Moch. Ilmu Sharaf, Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2003.
Arifin, Syamsul, dkk. Bahasa Arab Untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Jakarta: Darul Ulum Press, 2000.
Rofi’i, dkk, Bahasa Arab Melalui Televisi, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1990.
0 komentar:
Posting Komentar